TANGERANG – Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang digagas pemerintah bertujuan untuk memberikan akses pangan bergizi kepada masyarakat kurang mampu. Dengan menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), penerima manfaat dapat membeli se-maunya.
Faktanya, banyak penerima manfaat yang memilih mencairkan dana BPNT dalam bentuk uang tunai, meskipun hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama, transmisi uang tunai memungkinkan masyarakat memenuhi kebutuhan yang lebih mendesak, seperti membayar hutang, membeli obat, atau keperluan sekolah anak.
Kedua, kurangnya pengawasan dari pihak terkait membuat pencairan tunai menjadi praktik umum yang sulit dikendalikan. Selain itu, keterbatasan pilihan bahan pangan di e-warung sering kali menjadi keluhan masyarakat, sehingga mereka memilih tunai.
Di sisi lain, fenomena ini juga memunculkan kekhawatiran bahwa tujuan utama program, yakni meningkatkan kualitas gizi keluarga, tidak tercapai. Jika dana tersebut digunakan untuk kebutuhan non-pangan, ancaman malnutrisi pada keluarga miskin.
Pemerintah perlu segera mentransmisikan mekanisme penyaluran BPNT agar tepat sasaran. Pengawasan di tingkat daerah harus diperketat untuk memastikan dana digunakan sesuai peruntukannya. Selain itu, diversifikasi bahan pangan di e-warung perlu dipermasalahkan.
Pada akhirnya, masyarakat juga perlu di dedikasi tentang pentingnya pemanfaatan bantuan untuk kebutuhan pangan guna memastikan kesejahteraan dan kesehatan keluarga tetap terjaga. Tanpa usaha yang holistik, BPNT berisiko kehilangan esensinya sebagai solusi pengentasan kemiskinan berbasis pangan.